Header Ads

Peneliti: Sebelum Hak Agket, DPR Harus Undang Ahli Tata Negara Maknai UU Pemda Terkait Ahok

Jakarta - Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai hak angket merupakan bagian dari fungsi pengawasan dari DPR.

Ujaran Erwin merujuk pada sejumlah wacana bergulirnya hak angket, termasuk soal kembalinya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta meski berstatus terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama.

Meski bagian dari fungsi pengawasan, kata Erwin, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selaku pengusul dan fraksi-fraksi lain di DPR perlu mengundang para ahli tata negara untuk menafsirkan dan mendudukan makna UU Pemda tersebut.

"Karena sejauh ini para ahli tidak memiliki persepsi yang sama terhadap makna pasal tersebut," usul Erwin Natosmal kepada Tribunnews.com, Minggu (12/2/2017).

Dengan begitu ditemukan satu pemikiran dan pemaknaan mengenai Pasal 83 UU Pemda.

Ahok saat ini sudah berstatus terdakwa dengan dakwaan dua pasal di KUHP yaitu pasal 156 dan 156a. Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.

Sementara pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.

Pasal 83 UU Pemda menyatakan bahwa kepala daerah diberhentikan sementara apabila didakwa dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun.

Karena itu Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa Ahok kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga ada pembacaan tuntutan dari jaksa dalam sidang dugaan penistaan agama.

Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa keputusan itu diambil karena dia harus adil.

Pasal 83 UU Pemda menyatakan bahwa kepala daerah diberhentikan sementara apabila didakwa dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun.

Tjahjo mengatakan bahwa belum ada kepastian pasal mana yang akan digunakan oleh jaksa, apakah dengan ancaman 4 tahun atau 5 tahun.

"Pada posisi Pak Ahok sebagai terdakwa, karena tidak ditahan dan ancaman hukumannya belum ada putusan dari jaksa pasti, apakah menggunakan 4 atau 5 tahun, ya saya harus adil," jelasnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (10/2/2017).

Tjahjo mengatakan bahwa pemberhentian langsung baru berlaku jika kepala daerah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) atau ditaham.

"Kalau dia tidak ditahan tapi tuntutannya di bawah lima tahun, ada satu gubernur yang sudah diputus sampai selesai, tapi hanya dua tahun, ya dia terus menjabat sampai inkrah," ucap Tjahjo.

Ada Ratu Atut Choisiyah yang saat menjadi terdakwa, Tjahjo belum memberhentikannya dari jabatan Gubernur Banten.

Namun begitu Atut ditahan, maka Tjahjo memberhentikannya dari jabatan itu. Ada pula Rusli Habibi yang berkasus dugaan penghinaan dengan dakwaan empat tahun penjara, namun Tjahjo tak memberhentikannya sebagai Gubernur Gorontalo.


"Kalau Anda langsung saya berhentikan, kemudian tahu-tahu jaksa menuntut empat tahun, saya digugat. Maka harus adil," tegasnya. (TRIBUNNEWS.COM)
loading...

No comments