Header Ads

Oncom Dawuan yang Melegenda, Sempat Dikirim ke Beberapa Negara

SUARAPANTURA.COM - Satu kuliner khas Subang ini sudah melegenda sejak dulu. Ketika mulai dirintis sekitar tahun 60-an, secara turun temurun usaha ini mulai mengalami masa kejayaan hingga menembus manca negara.

Salah satu pengrajin Oncom Dawuan, Harun (65) mengaku tidak tahu percis kapan Oncom Dawuan mulai dikirim hingga mancanegara. Seingatnya, hal tersebut berkat peran para TKI yang bekerja di berbagai negara. “Salah satu alasannya mungkin untuk mengobati rasa rindu terhadap tanah kelahiran dan masakan keluarga,” ungkapnya.

Saat itu, kata Harun, Oncom Dawuan pernah dikirim ke Belanda, Brunei dan beberapa negara lainnya.

Sesuai dengan namanya, kata Harun, Oncom Dawuan dibuat oleh para pengrajin yang tinggal di wilayah Dawuan, Subang. Saat itu hampir setiap rumah di wilayah tersebut membuat oncom. Saking banyaknya warga yang membuat oncom dalam satu kampung, wilayah tersebut kemudian dinamakan Babakan Oncom.

Di kesempatan terpisah, Ketua RT Dusun Babakan Oncom, Atang (60), pada masa kejayaannya, pengrajin Oncom Dawuan di wilayahnya cukup banyak hingga mencapai 2 RT. Namun dari tahun ke tahun jumlahnya terus menurun. Saat ini hanya tersisa 15 orang.
“Salah satu penyebabnya pengrajin Oncom Dawuan tidak ada generasi penerusnya. Sekarang banyak warga memilih menjadi pekerja di pabrik. Jadi hanya tersisa beberapa yang masih menjadi pengrajin,” jelas Atang.

Masih menurut Atang, Oncom Dawuan terdiri dari 3 macam, yaitu oncom dengan bahan dasar kacang tanah, kemudian dibuat dari campuran kacang tanah dan onggok atau ampas aci, serta oncom yang dibuat dari onggok.

Salah satu tokoh masyarakat setempat, H Omon Suparman, saat ini sulit mendapatkan Oncom Dawuan asli. Terbatasnya bahan baku, menjadikan oncom yang dipasarkan semuanya berdasarkan campuran dengan ampas aci atau onggok.

H Omon mengaku, sekitar tahun 85-an Oncom Dawuan sudah mulai dicampur dengan ampas aci. Bahan baku kacang tanah dari petani banyak yang dibeli dan diborong oleh perusahan kacang, sehingga para pengrajin kesulitan mendapatkan bahan baku oncom. Selain itu kualitas kacang juga masih terbilang muda sehingga mudah busuk.
“Dengan komposisi 50 persen dicampur dengan ampas aci. Dulu oncom tidak bisa tahan lama. Untuk itu saya mengeluarkan ide untuk mengeringkan oncom terlebih dahulu sehingga bisa bertahan selama sebulan,” ujarnya.

Sumarni (51), salah satu pengrajin Oncom Dawuan yang masih bertahan, mengaku hingga saat ini masih banyak yang mencari Oncom Dawuan. Bahkan tak jarang pelanggan harus mencai ke tempat tinggalnya. Berbeda dengan para pengrajin yang membuka lapak di pinggir jalan, Sumarni memilih membuat oncom di rumahnya sendiri.

Tak jarang warga dari luar kota Subang masih setia mencari oncom hingga ke Dusun Babakan Oncom. Rata-rata mereka sudah mengetahui lokasi Dusun Babakan Oncom, sehingga rela mengunjungi tempat tersebut untuk membeli Oncom Dawuan.
“Dalam sehari saya bisa memproduksi hingga 10 sasag Oncom Dawuan. Meski pembelinya tidak seramai dulu, tapi dalam sehari bisa menjual 1 hingga 2 sasag. 1 sasag dihargai Rp150 ribu,” ungkapnya kepada Pasundan Ekspres.

Proses pembuatannya, kata Sumarni, cukup memakan waktu hingga 3 hari. Kacang tanah digiling terlebih dahulu secara tradisional. Proses tersebut untuk memperoleh minyak kacang. Dari 10 kg kacang tanah bisa menghasilkan 3 kg minyak. Bungkil kacang tersebut direndam dalam air matang selama semalam. Kemudian dikukus dan diangin-anginkan. Bungkil kacang lalu ditaburi ragi oncom. Lalu dicetak di atas sasag berukuran 1 meter dan didiamkan untuk proses fermentasi.

Dalam satu sasag berukuran 1 meter dihargai Rp80 ribu. Jika dipotong-potong, satu potongnya Rp6 ribu. Jika dalam satu hari bisa menjual 2 sasag, maka dalam sebulan pengrajin Oncom Dawuan bisa meraup hasil sebesar Rp4.800.000.

Tentunya hal ini menjadi peluang usaha rumahan yang cukup menjanjikan.
Meskipun demikian, Harun, pengrajin Oncom Dawuan lainnya, mengaku sejak dulu hingga sekarang tidak pernah ada bantuan modal dari pemerintah untuk para pengrajin oncom. Padahal modal yang harus mereka keluarkan cukup besar. Dari setengah kuwintal kacang tanah dibandrol Rp1.500.000.
“Makanya saya suka malas kalau disuruh berkumpul atau rapat, karena tidak pernah ada perhatian. Kalau ada pameran saja, pengrajin disuruh ikut tapi tidak ada bantuan dana,” ujar H Omon dengan nada kecewa.

Padahal menurut H Omon, pemerintah daerah bisa bekerjasama dengan sektor pariwisata untuk membuat toko khusus kuliner khas Subang. Dengan itu para petani kacang atau pengrajin oncom bisa berkembang.
Masih menurut H Omon, harapan sederhana para pengrajin Oncom Dawuan hanya ingin diperhatikan. Kemudian memdapat sedikitnya bantuan dana untuk tetap melestarikan kuliner khas Subang tersebut menjadi daya tarik wisatawan.

Memilih Berhenti karena Minim Modal

Sementara itu salah seorang pengrajin Oncom Dawuan, Jiki (69) mengaku memilih berhenti membuat oncom karena kekurangan modal usaha. Minimnya perhatian pemerintah daerah membuat sejumlah pengrajin Oncom Dawuan mengalami kesulitan melanjutkan usahanya.
“Dulu saya bersama istri membuat oncom selama puluhan tahun. Setelah istri meninggal dunia, tak ada lagi yang membantu. Ditambah lagi tak ada modal usaha, jadi saya putuskan berhenti membuat oncom,” tutur Jiki ditemui di kediamannya.

Menurut Jiki, ia sudah memutuskan berhenti jadi pengrajin Oncom Dawuan sejak 3 tahun lalu. Untuk melanjutkan hidup, barang-barang dan peralatan untuk membuat Oncom Dawuan ia jual kepada pengrajin lainnya. Sehingga tidak ada lagi peralatan yang tersisa untuk membuat oncom dawuan.

Dikatakan Jiki, sebenarnya menjadi pengrajin oncom menjadi usaha yang cukup menjanjikan. Mengingat pada saat masa kejayaannya, Oncom Dawuan banyak diminati. Karena keterbatasan modal, saat ini Jiki menjalani aktivitas sehari-harinya dengan mejadi pemotong kayu.

Di kesempatan terpisah, Kabid KUMKM DKUPP Kabupaten Subang, Yeni Nuraini mengaku prihatin dengan menurunnya jumlah pengrajin Oncom Dawuan. Padahal Oncom Dawuan pernah membawa nama harum Kabupaten Subang hingga beberapa daerah di Indonesia.
“Saya sangat prihatin. Terus terang saya merupakan penggemar Oncom Dawuan,” tuturnya.

Dijelaskan Yeni, saat ini terdapat puluhan ribu UMKM di Kabupaten Subang. Sebanyak 26 ribu UMKM diantaranya belum terlayani dengan baik karena anggaran yang terbatas.
“Kalau Oncom Dawuan kan produk lama. Sementara saat ini kita lagi konsen sama produk yang dihasilkan sama wirausaha baru,” jelasnya.

Namun demikian, kata Yeni, pihaknya akan melakukan pengecekan produksi oncom dawuan. Jika perlu nantinya para perajin oncom dawuan akan diberikan pelatihan.
“Kita akan ikut sertakan dalam pelatihan sentra di 2017 ini. Tujuannya untuk lebih membangkitkan motivasi perajin,” tambah Yeni. (PasundanEkspres)
loading...

No comments