Demi Uang Rp 15 Miliar, Tega Jadikan Anak Sebagai Tumbal
Suara Pantura-Sebuah
kisah nyata yang mengiris perasaan dan naluri manusia terjadi di sebuah desa di
Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, belum lama ini. Cerita ini
disampaikan salah seorang rekan penulis bernama Abdul Khalim tetapi penduduk
menyapanya dengan sebutan Ustad Dul, warga Desa Wanasaba, Kecamatan Talun,
Kabupaten Cirebon.
ENTAH apa yang ada dibenak Ruslani, pria paruh baya asal
Kecamatan Arjawinangun ini. Ia tega menumbalkan kedua putra-putrinya demi uang
senilai Rp 15 miliar yang dipersembahkan kepada penguasa Pantai Parangtritis,
Yogyakarta.
Alur cerita ini berawal dari pertemuan antara Ustad Dul
dengan Ruslani di Pantai Parangtritis. Ketika itu, Ustad Dul hendak menemui
guru spiritualnya dari Banyuwangi, Jawa Timur yang tengah berada di Pantai
Parangtritis.
“Oleh guru, saya diminta untuk melakukan tirakat di dalam
sebuah gua. Sebagai murid, tentu saya nurut saja karena titah guru bagi saya
adalah perintah. Namun sebelum masuk ke dalam gua, saya bertemu dengan seorang
pria yang ternyata berasal dari Cirebon juga, tetapi dia dari Arjawinangun,”
ungkap Dul.
Saat itu, Dul sempat bertanya kepada Ruslani maksud dan
tujuannya bersemedi di gua tersebut. Ruslani ternyata ingin mencari pesugihan
dengan cara instan.
“Saya sempat nanya, apa yang akan dijadikan tumbalnya? Dia
jawab dua anaknya, laki-laki dan perempuan. Astaghfirullah, saya langsung
terhenyak. Saya kaget bukan main. Sama sekali saya tidak menduga kalau yang
akan dijadikan tumbal Pak Ruslani itu dua anak kandungnya sendiri,” tutur Dul.
Mendengar pengakuan Ruslani, Dul langsung memperingatkan
agar mengurungkan niatnya tersebut. Menurutnya, selain berdosa sangat besar,
uang yang akan diperoleh nanti tidak akan manfaat. Namun peringatan Dul tak
digubris Ruslani dan ia tetap melanjutkan keinginannya.
“Tolonglah pikirkan lagi, janganlah kamu korbankan anak kamu
sendiri hanya untuk mencari kekayaan sementara di dunia. Apa kamu tidak sayang
sama anak-anakmu. Tapi rupanya Pak Ruslani sudah gelap mata. Tuntutan ekonomi
membuatnya tega menumbalkan dua buah hatinya untuk persembahan jin penunggu
Pantai Parangtritis,” ucapnya.
Dul melanjutkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Ruslani hanya mengandalkan dari keringatnya sebagai buruh di sawah milik
tetangganya. Kehidupannya yang serba kekurangan membuat keempat anaknya kurang
terurus. Tak jarang ia harus berutang ke warung sebelah untuk sekadar
menyambung isi perut.
Ruslani enggan mengadu nasib ke Jakarta karena ia sadar tak
memiliki kemampuan lebih selain tenaga kasar yang menjadi andalannya. Meski
demikian, keempat putra putrinya mampu mengenyam pendidikan formal, si sulung Adit
merupakan siswa kelas XII sebuah SMA dan anak kedua, Rani adalah siswi kelas IX
di SMP yang tak jauh dari sekolah kakaknya.
Sementara Tina, anak ketiganya masih duduk di kelas 5 SD dan
Fajar di kelas 3 SD. Kebutuhan sehari-hari dan pendidikan putra-putri Ruslani
inilah yang membuat ia berpikir pendek. Akhirnya Ruslani memasuki gua pada
malam yang tengah ditentukan. Dul pun memasuki gua di sisi lainnya pada waktu
yang hampir bersamaan. Kondisi gua yang sangat gelap gulita tidak membuat nyali
Ruslani ciut.
Ia tetap melakukan semedi disertai membaca mantera-mantera
yang diberikan kuncennya. Cukup lama Ruslani komat-kamit membaca mantera
tersebut, hingga tengah malam terlihat secercah cahaya dari atas lalu turun
mendekatinya. Ia ternyata jelmaan Nyi Roro Kidul dan menanyakan maksud dan
tujuan memanggil dirinya. Dengan tenang, Ruslani mulai berhadapan dengan Nyi
Roro Kidul.
Lalu ia mengutarakan niatnya untuk mencari pesugihan dengan
cara cepat. Ruslani pun menyodorkan tumbal kedua anaknya asal keinginannya
terwujud. Tampaknya keinginan Ruslani dikabulkan penguasa Laut Selatan
tersebut. Ruslani diminta untuk menyiapkan kamar kosong di rumahnya jika sudah
tiba di Cirebon dan menunggu perkembangan berikutnya.
Kesal
Usai bertemu dengan Ruslani, Nyi Roro Kidul pun menemui Dul
di gua yang berbeda. Pertanyaan yang sama diajukan kepada Dul. “Waktu ditanya,
saya bilang pengen uang banyak, pengen cepet kaya. Lalu Nyi Ratu nanya saya
bisa ngasih apa ke dia. Saya bilang, saya nggak punya apa-apa, saya pengen uang
tapi tanpa syarat,” ujarnya.
Mendapat jawaban seperti itu, lanjut Dul, Nyi Roro Kidul
tampak kesal dan ia berkata, kalau caranya seperti itu kamu minta saja ke Mbah
Kuwu (Mbah Kuwu Sangkan, pendiri Cirebon, Red).
“Ya sudah, kalau mau ngasih ya silakan, tapi kalau harus
tumbalin anak sih saya nggak mau. Saya lebih sayang anak daripada uang gaib.
Terus terang saja, saya ingin nyoba kalau minta pesugihan tanpa tumbal bisa
atau nggak, tetapi ternyata nggak bisa,” katanya.
Lantas Dul pun keluar dari gua dan ternyata Ruslani sudah
keluar lebih dulu dan menunggunya di depan gua tempat Dul tirakat. “Saya nanya
Pak Ruslani gimana hasilnya, dengan wajah sumringah katanya Nyi Roro Kidul
menyetujui keinginannya. Bahkan Nyi Roro Kidul memintanya untuk menyediakan
kamar kosong khusus jika tiba di Cirebon,” ucapnya.
Dul kembali berusaha mengingatkan Ruslani agar mengabaikan
petunjuk Nyi Roro Kidul tersebut. “Apa kamu nggak kasihan sama anakmu. Mereka
nggak bersalah, kenapa harus dikorbankan. Tapi ajakan saya kembali nggak
digubris Pak Ruslani, rupanya ia sudah mantap dengan keputusannya,” tandas Dul.
Setiba di rumah, Ruslani langsung meminta istrinya, Wati
untuk menyiapkan kamar kosong sesuai permintaan Nyi Roro Kidul. Setelah itu,
Ruslani menanti hari demi hari dengan perasaan cemas. Ia teringat dengan ucapan
Nyi Roro Kidul yang akan memberinya uang sebesar Rp 15 miliar dalam waktu
kurang dari 40 hari. Sampai waktu yang ditentukan, Adit dan Rani tewas dalam
sebuah kecelakaan lalu lintas. “Mereka berdua terserempet bus saat mau pergi ke
sekolah dan meninggal di lokasi kejadian,” jelas Dul.
Kejadian ini langsung dikabarkan warga ke Ruslani. Namun
Ruslani hanya terdiam dengan rokok yang masih mengepul di tangannya. Wajahnya
terlihat tegang, bibirnya membisu. Ia tak mampu berkata apa-apa. Sejenak
terlihat seperti tengah meratapi kepergian kedua anaknya yang telah ia
korbankan. Ruslani kemudian pergi ke kamar kosong yang ia persiapkan
sebelumnya. Benar saja, uang lembaran nominal Rp 100.000 menggunung memenuhi
seluruh ruangan kamar. “Uang seperti itu nggak akan berkah dan nggak akan
membawa manfaat apapun. Kalau mencari pesugihan dengan tumbal manusia memang
efektif dan cepat,” ucap Dul.(kc online.com)
loading...
Post a Comment